Pernyataan:
Sehat Indonesia berusaha menyaring dan hanya menyajikan informasi yang bermutu, namun setiap pandangan atau pendapat yang disajikan dalam portal ini adalah tanggung jawab masing-masing penulis.

Informasi di portal ini tidak bertujuan untuk menjadi pengganti diagnosis medis komprehensif. Semua konten, termasuk teks, grafik, gambar dan informasi, yang terdapat pada atau tersedia melalui portal sehat indonesia adalah sebagai informasi umum dan analisa pembanding. Semua informasi dapat berubah tanpa pemberitahuan.

Sehat indonesia tidak bertanggung jawab atas isi saran/diagnosa/terapi/kursus/jasa maupun informasi lainnya yang diperoleh dari praktisi kesehatan, produk maupun situs afiliasi (link) melalui portal ini.

PENGALAMAN JADI VEGAN


Keinginan untuk tidak mengkomsomsi daging bermula ketika aku harus makan ayamku yang sejak kecil aku pelihara. Mereka hewan yang lucu dan inosen. Matanya bening. Tanpa prasangka kepadaku. Mereka mempercayaiku. Kakakku mengajak aku memotong mereka. Aku menolak tapi dia bilang nanti aku doyan juga. Aku merasa bersalah telah memakannya. Tetapi karena aku hidup di masyarakat yang  makan hewan, rasa bersalah itu malah aku persalahkan sebagai penyimpangan.

Aku baru belajar menjadi lacto- vegetarian ketika belajar yoga Ananda Marga. Didi ( guru yoga perempuan) mengajak kami masak dan makan bersama. Lidahku merasa makanan itu asing terutama karena bumbunya khas India, tanpa bawang, malahan pakai jinten yang aneh banget di mulutku.

Selain lidah yang sulit diajak kompromi, lingkungan membuat aku kesulitan. Keluargaku meledekku, kenapa aku makan tempe terus, apa supaya cepat kaya. Aku juga merasa tidak enak kalau membeli makanan di warung langganan. Aku tidak pernah membeli lauk selain tahu tempe. Mereka pasti mengira aku irit sekali hahaha...Aku meninggalkan vegetarian setahun pertama, terutama karena aku meninggalkan Yogya, pergi ke Kalteng. Aku makan macam- macam hewan hutan yang dijual peladang. Ayam hutan, kancil, kijang, rusa dan macam- macam ikan sungai. Hewan yang sudah terlanjur kena jerat seperti kancil, tidak bisa dipelihara. Mereka stres kalau di kandang dan tidak mau dekat manusia. Mungkin hanya rusa yang bisa jinak. Hewan hutan benar- benar berprinsip : merdeka atau mati!

Waktu aku balik ke Yogya lagi, aku kembali ketemu teman yoga Ananda Marga. Makan vegetarian lagi. Aku merasa makanan itu enak sekali. Segar dan ringan. Aku pun melanjutkan vegetarian hingga sekitar lima tahunan. Aku tidak peduli lagi omongan orang; yang penting aku merasa damai. Kalau makan ayam, aku ingat ayamku almarhum(ah). Makan ikan, ingat ikan hidup. Kalau tidak makan hewan, perasaan bersalahku tidak menghantuiku. Karena itu aku merasa hatiku tenang. Bukankah kesehatan fisik ada hubungannya dengan kesehatan pikiran? Pikiran yang lebih tenang membuat tubuhku merasa nyaman juga. Aku merasa lebih sehat. Sepertinya juga banyak racun berkurang dari tubuhku.Kalau ada pendapat, toh dalam setetes air ada makluk hidup juga. Jawabanku, ya maunya tidak membunuh apa pun. Tetapi setidaknya itu yang bisa aku lakukan.

Kemarin waktu talkshow vegan, aku bertanya tentang dua hal: Pertama tentang pestisida pada sayuran, kedua tentang kedelai transgenik. Jawabannya begini: Pestisida pada sayuran bisa dicuci dengan merendam sayur dengan jeruk nipis 10 menit lalu membilas dengan air mengalir. Diingatkan juga, kalau kita makan sayur bisa mencuci pestisidanya. Tetapi peternak apa mau mencuci sayur untuk makanan ternaknya? Makanya pestisida yang

terkandung pada ternak lebih berbahaya karena ada dalam jaringan tubuh ternak. ( Kedelai transgenik mungkin begitu juga ya? Ternak juga makan kedelai) Memang dijawab, belum ada bukti dampak kedelai transgenik, tetapi jawaban yang ini belum memuaskan aku. 

( J / Rini )