Pernyataan:
Sehat Indonesia berusaha menyaring dan hanya menyajikan informasi yang bermutu, namun setiap pandangan atau pendapat yang disajikan dalam portal ini adalah tanggung jawab masing-masing penulis.

Informasi di portal ini tidak bertujuan untuk menjadi pengganti diagnosis medis komprehensif. Semua konten, termasuk teks, grafik, gambar dan informasi, yang terdapat pada atau tersedia melalui portal sehat indonesia adalah sebagai informasi umum dan analisa pembanding. Semua informasi dapat berubah tanpa pemberitahuan.

Sehat indonesia tidak bertanggung jawab atas isi saran/diagnosa/terapi/kursus/jasa maupun informasi lainnya yang diperoleh dari praktisi kesehatan, produk maupun situs afiliasi (link) melalui portal ini.

Memilih Minyak Goreng yang Sehat


Pada suatu kesempatan saya berbincang-bincang dengan dua perempuan muda, ahli gizi yang bergerak dalam bidang katering. Alangkah terkejutnya ketika saya mengetahui bahwa katering sehat yang mereka tangani masih menggunakan minyak kanola, yang sekarang sudah ditinggalkan oleh banyak praktisi kesehatan. 

Memang informasi tentang minyak yang sehat masih simpang siur, namun sudah banyak penelitian baru yang meng"haram"kan minyak kanola. Pengalaman ini mengusik saya untuk berbagi apa yang pernah saya ketahui dan pelajari. 

Apa sebenarnya yang membuat minyak goreng berbahaya?  

Titik asap dan radikal bebas  

Mari kita mulai dari smoke point, atau titik asap. Titik asap adalah suhu di mana minyak melewati batas keselamatan dan mulai berasap. Ketika dipanaskan melewati titik asap, minyak bereaksi dengan oksigen dan membentuk senyawa berbahaya: radikal bebas! Menghirup asapnya saja sudah berbahaya... 

Radikal bebas dapat merusak sel dan DNA dalam tubuh.  

Salah satu senyawa berbahaya yang bisa dihasilkan bila minyak dipanaskan adalah HNE. Senyawa ini dikaitkan dengan penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis, diabetes, dan gangguan syaraf.  

Semakin lama minyak dimasak dan digunakan kembali, semakin banyak HNE yang menumpuk. Ini adalah alasan utama untuk membatasi masakan yang digoreng, terutama di rumah makan.  

Restoran biasanya melakukan dua dosa besar, yaitu menggunakan minyak tak jenuh ganda (polyunsaturated) dan berulang kali menggoreng dengan minyak yang sama. 

Hindari atau meminimalkan senyawa berbahaya semacam HNE masuk ke dalam tubuh kita dengan tidak memesan masakan yang digoreng di restoran. 

Gunakan minyak yang mengandung lemak jenuh tinggi; lebih stabil dan mempunyai titik asap yang lebih tinggi. Minyak dengan lemak jenuh adalah pilihan utama ketika memasak dengan suhu tinggi. Menumis, menggoreng, memanggang dan membakar termasuk dalam kategori memasak dengan suhu tinggi. 

Minyak jenis ini cukup stabil karena asam lemaknya tersusun dengan erat sehingga dapat mentolerir panas tinggi. Ini termasuk minyak zaitun yang telah diolah, minyak alpukat, mentega lemak sapi (ghee), minyak sawit olahan, dan tentunya minyak kelapa.  

Minyak kelapa mempunyai komposisi 92% lemak jenuh dan titik asap 177 Celsius. Maka minyak kelapa termasuk minyak yang cocok untuk masak dengan suhu tinggi. 

Sementara itu hindari minyak lemak ganda (polyunsaturated) termasuk kedelai, jagung, kanola, bunga matahari dan semua minyak dari biji-bijian. Minyak jenis ini memiliki lemak yang tidak stabil dan dapat menghasilkan lebih banyak radikal bebas ketika dipanaskan dalam suhu tinggi.  

Misalnya, minyak jagung yang terdiri dari 62% lemak ganda, walau titik asapnya 236 Celsius, minyak jagung tidak direkomendasikan untuk memasak dengan suhu tinggi. 

Patokannya, gunakan minyak yang mengandung kurang dari 15% lemak ganda yang titik asapnya lebih tinggi dari 160 derajat Celsius, inilah tips untuk memilih minyak goreng. Dan bagi yang ingin makan lebih sehat atau menjaga laju berat badan, kukus sudah pasti jauh lebih sehat dari menggoreng! (L/WP/berbagai sumber)