Adiksi atau kecanduan dapat dengan mudah didefinisikan sebagai pikiran dan perilaku yang berulang-ulang, suatu kebiasaan yang tidak bisa dihentikan. Adiksi yang paling jelas, tentunya menyangkut penggunaan narkotika, alkohol, psikotropika ataupun zat adiktif lainnya. Namun sebenarnya, adiksi juga bisa menyangkut judi, uang, harta, seks, cinta, berbelanja dan beragam perilaku manusia yang akhirnya cenderung menjadi berlebihan. Sesuatu yang obsesif, dan seolah tak bisa direm (kompulsif). Kehidupan ditata di sekitar hal yang menjadi kecanduannya sehingga menjadi bagian dari gaya hidup.
Hal yang membedakan antara ‘suka’ atau ‘adiksi’ adalah, bila perilaku tersebut sudah mulai mengganggu berbagai aspek kehidupan seseorang. Maksudnya, bila suatu perilaku itu sudah mengganggu normalitas kehidupan, menimbulkan masalah dan tekanan, kesulitan atau menyakitkan bagi orang di sekitarnya, bila karenanya ia akhirnya melupakan pemenuhan tanggung jawab, mengesampingkan keamanan dirinya, serta sudah dapat membuatnya bermasalah dari kacamata hukum, maka ini bisa mulai masuk ke dalam kategori adiksi atau kecanduan. Definisi mudahnya, “aku tidak bisa berhenti melakukannya, meskipun ….. “ dan ini kerap diikuti oleh beragam alasan dan dalih pembenaran.
Ambillah contohnya:
“Dika gemar berbelanja dan memiliki beragam kartu kredit dan pinjaman yang diperolehnya dari bank. Kartu kreditnya digunakan secara maksimal, dan ia terus terlilit hutang. Namun ia lebih cenderung mengambil pinjaman dari satu bank untuk menutupi hutang kreditnya di bank lain. Demikianlah, ia menggali dan menutup lubang terus hingga suatu saat pengeluarannya sudah jauh melebihi apa yang mampu ia bayar. Dika gemar berbelanja hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkannya. Dari tas mewah, pakaian desainer handal, pakaian yang tak kalah mewah dan apapun yang disukainya. Sebagai akibatnya, dia dikejar-kejar oleh debt collector, tapi ini tidak menyurutkan kebiasaannya berbelanja.”
Contoh lainnya:
“Alex menggunakan alkohol sejak masih SMA. Namun dengan berjalannya waktu, ia makin sering minum dan mulai sering bolos di kuliah. Berbeda dengan teman-temannya, Alex minum dengan cepat, untuk memperoleh efek alkohol. Ia bukan jenis yang bisa bahagia dengan sebotol bir, namun harus minum berbotol-botol dan menderetkannya di meja. Dengan waktu, ia pun mulai menggunakan narkoba lain, termasuk XTC, lalu ke shabu (methamphetamine) yang digunakannya setiap hari. Sifatnya mulai berubah, dan ia mulai menjadi kasar. Ia mulai menunjukkan gejala paranoid, diikuti oleh kekerasan, dan mengancam orangtuanya bilamana tidak memperoleh uang. Semua barang-barang di kamarnya pun sudah habis digadai demi membeli zat-zat ini. Termasuk, semua perhiasan kedua orangtuanya. Setiap kali ditegur kedua orangtuanya, Alex menjadi beringas. Kuliah pun, tidak pernah dituntaskannya. Ketika akhirnya berurusan dengan polisi dan dibawa kedua orangtuanya ke rehabilitasi, ia baik hanya sebentar, dan kemudian, kembali lagi menggunakan zat-zat adiktif.”
Dua contoh di atas ini mungkin sangat berbeda, namun keduanya menunjukkan perilaku kecanduan. Mereka yang kecanduan, bukannya tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Mereka tahu, tetapi …. Sulit untuk berhenti. Dan bilamana sudah menjadi kecanduan, maka perilaku itu menjadi bagian keseharian dan masalah sudah tidak bisa disembunyikan karena mulai merusak beragam aspek kehidupan mereka. (Joyce Djaelani Gordon , Psychologist, Yayasan Harapan Permata Hati Kita )